Dalam kehidupan sehari-hari di kampung, kata-kata “Iki ki anake sopo”(ini anak siapa sih), “anak kog ora iso diatur”(anak tidak bisa atur), bahkan ekstremnya sampai muncul “anak setan iki pancen”(ini bener-bener anak setan).
Kata-kata di atas merupakan umpatan orang tua yang kesal kepada anak-anak mereka sendiri. Kata-kata tersebut masih terhitung sedikit sebab banyak orang tua yang mengobral kata-kata kasar manakala mereka kesal atau kecewa terhadap anak-anaknya. Sebenarya absah-absah saja orang tua untuk mengumpat sedemikian rupa pada anaknya wong itu hak orang tua terhadap anaknya sendiri. Tapi apakah pantas kata-kata kasar tersebut dialamatkan pada anak yang nota bene adalah anak kandung mereka sendiri?
Dalam teks kitab suci, anak harus hormat dan berbakti pada orang tua, dan ini harga mati. Apapun keadaan orang tua, anak tetap harus menghormati orang tuanya. Bahkan dalam teks suci juga dikatakan bahwa surga anak berada di bawah kaki ibu yang tak lain dan tidak bukan adalah salah satu dari orang tuanya. Teks ini berlaku di dunia dan akhirat. Artinya kunci keberhasilan anak di dunia dan akhirat sedikit banyak tergantung pada seberapa jauh dia bisa ngawulo (menghormati, menjaga perlakuan baik lainnya) pada orang tuanya. Keberhasilan ini tentu tidak diukur seberapa banyak harta yang dimiliki tetapi seberapa jauh dia merasa bahagia dalam hidupnya. Saya percaya seseorang yang berkonfrontasi dengan orang tuanya bisa kaya harta, tapi saya tidak percaya seseorang orang yang berkonfrontasi sama orang tuanya tersebut bisa merasakan kebahagian sebenarnya. Ungkapan kebahagian anak berada pada telapak kaki ibu tidak bermakna apa adanya. Tapi suatu ungkapan bahwa kebahagian benar-benar berada pada ridlo seorang ibu.
Kendati demikian, orang tua tidak bisa seenaknya mengumpat dengan kata-kata yang jelek. Umpatan-umpatan seperti tertera di atas merupakan umpatan yang tidak seharusnya keluar dari mulut orang tua. Biarpun orang tua kesal, seharusnya tidak mengeluarkan kata-kata kasar pada anaknya. Bisa dibayangkan bila kata-kata kasar tersebut berbinih doa dan berbuah kenyataan. Anak-anak yang tadinya nurut, lalu menjadi tidak bisa diatur, anak-anak tumbuh dewasa dengan mewarisi sifat jahat setan umpanya, siapa yang akan menanggung kerugian? Akhirnya, orang tua jua yang akan menanggung kesedihan karena ulah anaknya.
Sebenarnya, tidak ada salahnya bila orang tua (ayah-bunda) untuk melihat ke belakang alias introspeksi diri. Banyak hal yang dulu dilakukan oleh orang tua berulang pada anaknya baik sifat jelek maupun sifat bagus. Seseorang yang tukang “ngeyel” jangan kaget kalo di kemudian punya anak sukanya ngeyel. Seseorang yang senang menebar kebohongan, hendaknya juga jangan heran kalau anaknya berbohong, begitu juga sifat lainnya. Sifat-sifat apapun yang dimiliki orang tua berkecenderungan untuk diwariskan pada anak-anaknya.
Jadi, sebagai orang tua hendaknya hati-hati bila momong (merawat) anak. Ternyata, anak adalah fotokopi dari diri kita sebagai orang tua.
Jika sekarang anak-anak kita malas sekolah, kritis dengan pertanyaan yang aneh-aneh, kadang enggak nurut sama orang tuanya, maka tidak usah menyalahkan mereka habis-habisan karena kitapun dulu juga demikian.
Seperti yang saya alami sekarang ini, anak-anak malas sekolah, terlalu pede pada pendapatnya sendiri, atau kadang bertanya pada hal yang aneh-aneh untuk anak seusianya, maka saya hanya tersenyum seraya ngomong sendiri “oh jadi begini juga yang dirasakan orang tua saya terhadap kelakuan saya saat kecil”.
2 komentar:
Setuju pak, "anak adalah fotokopi" dari Ortunya... jadi sebaiknya orang tua lebih berhati2 dalam mendidik anak2nya, dan introspeksi terhadap apa2 yang telah dilakukannya sehingga si anak "ikut2an". Ortupun harus jadi mesin cetak yg memang benar2 mencetak anak2nya agar mnjadi anak yg brbakti, sehingga dengan"editan" orang tua, si anak lebih baik dr orang tuanya
Saya berpendapat demikian karena sekarang baru merasakan, bahwa apa yang saya lakukan pada masa lalu itu ternyata ditiru oleh anak2. Salah satu kebiasaan jelek saya pada masa lalu adalah malas sekolah. Sekarang bungsu saya meniru persis masa lalu saya. Makanya hampir setiap pagi saya siapkan rayuan gombal agar si bungsu mau sekolah.
Posting Komentar