Jumat, 16 Januari 2009

Teman, saudara dan HAM.


Menurut temen-temen, bagaimana hubungan kita di sini saat sama-sama kuliah? Berteman baikkah? Apa sih arti temen buat temen-temen?

Barangkali untuk menggambarkan pertemenan, berikut adalah contoh ringannya. Seorang kawan nyang berada nun jauh di Semarang dan di Pekanbaru belum menyelesaikan salah satu tugas pada mata kuliah A (sebut saja begitu) lalu dengan enteng “memerintahkan” seorang kawan yang masih ada di Depok “tolong donk bikinkan deskripsi makalah dan skripsiku”. Dengan sukarela (baca ikhlas) temen di Depok langsung membantu membuatkan deskripsi sekalian mengup load di database.

Mengacu kasus di atas, apakah temen-temen yang ada di Semarang, di Pekanbaru dan di Depok bersaudara karena pertalian darah? Atau mereka bersaudara karena pertalian pertemanan? Saya yakin temen-temen pasti akan menjawab bahwa mereka dan kita semua ini terikat oleh tali pertemanan. Energi apakah yang menggerakkkan seorang kawan di Depok sampe-sampe dia mau dengan sepenuh hati membantu untuk mbikin tugas?

Ada sesuatu yang misterius dalam kehidupan ini, dimana seringkali kita tidak akur dengan saudara yang punya pertalian darah, sementara kita punya tali yang kuat dengan kawan yang nota bene lain bapak, lain ibu lain pula “darahnya”. Betapa kita bisa share/berbagi nasib dengan teman namun berat hati untuk bisa berbagi dengan saudara. Bahkan tak jarang kita rela bertengkar dengan saudara sedarah karena perkara yang sepele.

Hal ini pulalah yang terjadi dan kita saksikan perang antara Israel dengan salah satu faksi di Palestina (Hamas). Ini perang saudara dalam pandangan saya. Bukankah bangsa Israel dan Palestina berasal dari Bapak yang sama?

Sejarah menjelaskan bahwa Ibrahim punya dua istri yaitu Sarah dan Hajar. Dari Sarah, Nabi Ibrahim punya Anak bernama Nabi Ishak dan dari Hajar Nabi Ibrahim punya anak bernama Nabi Ismail. Nabi Ishak punya keturunan bangsa Israel sementara Nabi Ismail punya keturunan bangsa Palestina/Arab. Bila dilihat dari silsilah keluarga, mereka itu sebenarnya adalah saudara sepupu. Hubungan persaudaraan yang dekat walau sudah tidak masuk kategori muhrim.

Yang menjadi pertanyaan besar sekarang adalah mengapa Israel yang juga saudara tua Palestina tega membunuh saudaranya yang tak berdosa dan tak tahu soal politik dan tetek bengek soal diplomasi? Israel berdalih bahwa mereka memerangi Hamas. Namun kenyataan berkata lain, bahwa justru yang banyak tewas dalam pertempuran bukanlah pejuang Hamas atau tentara Israel tapi malah justru anak-anak dan kaum ibu.

Hampir semua negara di belahan dunia mengecam serangan Israel ke Palestina. Tapi mengapa Israel yang begitu tinggi intelektualnya menjadi buta dan tuli soal kecaman dan soal hak azasi manusia.

Dimana suara lembaga HAM internasional yang sering bersuara vokal soal hak azasi manusia? Dimana suara pahlawan-pahlawan HAM di Indonesia mengenai pembantaian di bumi Palestina? Apa karena mereka bersaudara terus kita bilang, “biar saja mereka menyelesaikan masalahnya wong mereka bersaudara?” tidak bisa seperti itu kan?

Kita semua tak mungkin ke sana karena itu bukan cara yang paling bagus untuk berempati. Kita hanya bisa menyumbangkan materi, atau setidaknya memohon sama yang menciptakan mereka agar mereka berdamai.

Tuhan!

Saya yakin warga Israel itu baik-baik. Yang busuk hatinya dan jelek perangainya adalah pemimpin mereka, para politisi mereka.

Hukum mereka saja. Cukup mereka, bukan warga yang tak berdosa, baik warga Palestina maupun Israel.

Depok, 15-01-09