Selasa, 31 Agustus 2010

Toko Buku dan Perpustakaan: sebuah analogi

bahrul ulumi

Toko buku merupakan bangunan rumah atau ruang tempat penjualan buku. Dalam perkembangannya toko buku tidak hanya menjual buku saja, tapi juga menjual pernak-pernik terkait dengan buku atau barang-barang yang dibutuhkan oleh dunia akademik. Tidak mengherankan bila toko buku menjual tas, alat-alat tulis, mesin penghitung, desktop komputer dan sebagainya. Bahkan saat ini, toko buku juga menjual barang-barang yang tidak terkait dengan buku itu sendiri atau barang-barang terkait dengan kegiatan akademik lainnya seperti alat-alat musik dan alat-alat olah raga. Tidak jarang mereka juga menjual audio visual untuk keperluan hiburan, bukan pendidikan.

Tentu tak ada masalah dan juga tidak ada larangan bila toko buku mengembangkan jasanya dengan menjual barang-barang lainnya di luar buku. Bila menjual barang-barang tersebut mengungtungkan bagi toko buku, kenapa tidak menjualnya? Kalau perlu, toko buku berubah menjadi toko lainnyapun tidak mengapa sehingga buku tidak menjadi ujung tombak item penjualan, tapi merupakan salah satu bagian dari penjualan toko tersebut.

Dalam penataanya, toko buku punya cara yang khas. Penataan buku tidak didasarkan pada kesamaan kajian ilmu yang ada dalam isi buku (subyek buku) secara konsisten. Penataan didasarkan pada selera toko buku yang bersangkutan, bukan pada suatu kaidah tertentu. Kebijakan dalam penataan antara satu toko buku yang satu dengan yang lainnya juga berlainan. Toko buku tidak terikat oleh suatu kaedah apapun kecuali kaedah yang telah dia ciptakan sendiri dan kaedah tersebut tidak mengikat toko buku lain di luar kelompok usahanya.

Sebagai ilustrasi, banyak buku yang dijajarkan berdasarkan pada subyek yang sama seperti buku-buku berisi ilmu hukum dijajarkan dalam barisan rak yang sama, atau kalaupun tidak dalam satu rak, tapi buku dijajarkan secara berdekatan. Namun demikian, tidak jarang buku-buku di toko buku dijajarkan karena kebaruan bukan karena subyeknya.

Toko buku biasanya menjajarkan koleksi terbaru di depan pintu masuk pengunjung. Kebijakan ini dimaksudkan agar pengunjung langsung bisa melihat koleksi terbaru yang dimiliki toko buku tersebut. Cara toko buku menarik pembeli tidak hanya menjajarkan koleksi terbarunya di depan pintu masuk. Buku-buku edisi diskon juga sering dijajarkan di depan pintu masuk. Tujuannya adalah untuk menarik pengunjung bahwa dengan dana yang sedikit pengunjung bisa mendapatkan buku bermutu.

Lalu, apakah perpustakaan juga melakukan seperti yang telah dipraktikan oleh toko buku?

Perpustakaan dalam bahasa Inggris adalah library yang berasal dari liber (Latin), bibliotheca (Romawi), bibliotehque (Perancis) bermakna buku. Menurut ODLIS (Online Dictionary for Library and Information Science) perpustakaan adalah koleksi atau sekelompk koleksi dari buku, dan atau bahan tercetak maupun noncetak yang diorganisasi dan dirawat untuk keperluan bacaan, konsultasi, studi, riset dsb. Perpustakaan dikelola untuk memfasilitasi akses pemustaka, dikelola oleh pustakawan atau pegawai terlatih lainnya guna memenuhi keperluan pemustaka.

Ketika menyebut toko buku, sebagian orang pasti beranggapan bahwa toko buku hanya menjual buku saja. Sama halnya bila menyebut perpustakaan, sebagian orang akan membayangkan bahwa perpustakaan adalah tumpukan buku untuk dipinjamkan. Anggapan orang tidak seratus persen benar dan juga tidak seratus persen salah. Bila di toko buku yang dijajarkan adalah buku, maka bukupun dijajarkan di perpustakaan. Namun demikian, walau keduanya sebagai tempat buku, namun sangat terbuka lebar bagi keduanya untuk menjual atau melayankan sesuatu yang bukan buku.

Kalau melihat isitilah yang melekat pada keduanya, maka keduanya sama-sama berarti buku. Dalam “toko buku” jelas sekali terdapat kata buku. Demikian halnya dalam “perpustakaan” terdapat kata pustaka yang berarti buku. Dalam Bahasa Inggris, padanan perpustakaan adalah library. Library berasal dari kata liber yang berarti buku. Bila ada kata yang lebih tepat untuk mewakili kata “buku” barangkali adalah dokumen. Dokumen dimaksudkan untuk menyebut media apa saja yang bisa digunakan untuk menyimpan informasi. Buku disebut dokumen karena dalam buku tersebut menyimpan informasi. Majalah, ebook, rekaman suara, audio visual juga disebut dokumen sebab perkakas tersebut digunakan untuk menyimpan informasi. Kendati demikian, biarpun isitlah dokumen lebih tepat, namun sebagian orang merasa tidak nyaman menyebut dokumen sebab dokumen sering dipahami sebagai media penyimpan informasi rahasia.

Toko buku tidak mensyaratkan pengunjungnya untuk membeli buku atau barang lainnya yang tersedia dalam toko buku tersebut. Pengunjung bebas untuk membeli buku serta bebas untuk tidak membelinya pula. Toko buku membuka peluang bagi pengunjung untuk melakukan window shopping dimana pengunjung boleh melihat-lihat buku, membaca buku sepuasanya (tentu tanpa fasilitas tempat duduk) atau bahkan hanya sekedar mengecek harga. Cara ini sengaja diambil oleh toko buku tersebut agar pengunjung tidak menyelesaikan bacaannya kecuali setelah mereka membeli terlebih dulu.

Dalam pemanfaatan buku, perpustakaan sangat mengakomodasi kepentingan pengunjung maupun pengguna. Maka tidak mengherankan perpustakaan menyediakan tempat duduk dengan meja besar agar pemakai bisa membuka-buka bukunya dengan nyaman. Perpustakaan juga masih memberi meja khusus (meja karel) agar pengunjung merasa lebih nyaman dengan menyendiri tanpa diganggu oleh pengunjung perpustakaan lainnya.

Toko buku & perpustakaan (Perbandingan)

Toko buku tidak perlu merancang suatu sistem apapun setelah penjualan. Toko buku hanya berusaha bagaimana cara menjual buku sebanyak-banyaknya tanpa merisaukan buku yang sudah dibeli oleh pelanggannya. Hal ini sangat berbeda dengan perpustakaan. Perpustakaan tidak hanya berusaha bagaimana perpustakaan dikunjungi oleh banyak penggunanya, tapi juga berusaha bagaimana caranya pemustaka memanfaatkan koleksi secara maksimal.

Layanan di perpustakaan menuntut perpustakaan agar bisa menciptakan suatu sistem yang memungkinkan pengunjung browsing dan meminjam koleksi. Layanan inilah yang secara prinsip berbeda dengan toko buku. Toko buku hanya menjual sementara perpustakaan meminjamkan koleksi untuk kemudian dalam waktu tertentu harus dikembalikan.

Untuk memungkinkan pemakai (pemustaka) bisa melakukan browsing dan meminjam koleksi atau buku, maka perpustakaan harus memberi tanda tertentu berupa ciri-ciri fisik dan isi. Ciri fisik adalah ciri yang berasal dari data fisik buku seperti siapa penulis buku tersebut, apa penerbitnya, dimana diterbitkan, kapan diterbitkan, berapa tebal halaman, apa nomor ISBNnya.

Ciri isi adalah subyek atau kajian suatu buku. Subyek ini diwakili dengan suatu notasi yang berasal dari suatu bagan klasifikasi tertentu, misalnya Dewey Decimal Classification, Universal Classification dan sebagainya. Disamping notasi sebagai wakil isi buku, ada wakil buku yang diekspresikan dengan kata-kata verbal. Kata-kata tersebut berasal dari suatu daftar subyek yang di Indonesia dikenal dengan Daftar Tajuk Subyek Indonesia.

Ciri-ciri yang diungkapkan di atas merupakan isi dari suatu katalog perpustakaan. Jadi, katalog merupakan wakil buku/dokumen. Berdasar katalog tersebut, pemakai bisa melihat judul-judul buku apa saja yang ada di perpustakaan, pengarang-pengarang mana yang karyanya tersimpan dalam perpustakaan, karya apa saja yang tersimpan dalam perpustakaan.

Katalog diciptakan untuk memudahkan temu kembali bagi pemakai perpustakan, di samping jajaran buku di rak yang justru sering menjadi sarana yang paling banyak dipakai oleh pemakai perpustakaan dalam temu kembali informasi.

Pembuatan ciri-ciri sebagaimana tersebut di atas merupakan cara agar setiap buku memiliki ciri yang khas yang berbeda dengan lainnya biarpun dalam judul yang sama.

Ternyata kegiatan-kegiatan yang dilakukan di toko buku dan perpustakaan identik. Toko buku membutuhkan tenaga yang terhitung banyak karena harus melayani pengunjung, dari cleaning service, waiter/waitress, kasir sampai manajer. Bahkan dalam pemandangan sehari-hari waiter/waitress, dalam jumlah banyak, harus selalu sigap melayani pertanyaan dan pembelian disamping harus selalu menertibkan jajaran koleksi dalam raknya.

Perpustakaan juga melakukan hal yang sama dengan toko buku. Perpustakaan harus memiliki staf cleaning service untuk membersihkan ruangan, staf khusus yang mengembalikan dan menjajarkannya dalam rak agar terjaga kerapiannya. Dan tentu pekerjaan di perpustakaan lebih banyak dari toko buku karena pembeli di toko buku tidak perlu mengembalikan buku tersebut sedang peminjam perpustakaan harus memproses peminjaman dan pengembalian buku-buku yang sudah disirkulasikan.

Toko buku dan perpustakaan memerlukan sentuhan profesional untuk menjadikan keduanya digandrungi oleh konsumennya dengan menyediakan sumber informasi bermanfaat terkini. Barangkali, ada sebagian kita yang berpikir bahwa toko buku lebih hebat karena mereka hanya bisa melihat keuntungan finansial secara kasat mata, sementara keuntungan perpustakaan tidak bisa dilihat secara kasad mata. Seseorang yang terinspirasi karena membaca buku di perpustakaan, atau seseorang menjadi hebat karena fasilitas perpustakaan tidak pernah diperhitungkan.

Cara pandang ini, tentu, akan berakibat bahwa perpustakaan hanya urusan pengelolanya, bukan urusan orang banyak biarpun kemanfaatannya bisa dirasakan orang banyak.